Damian's Wife Bab 6


Bab 6: Perubahan Hati

Sudah seminggu sejak Damian mempermalukan Lady Valensia. Selama seminggu wanita bernama Adele telah merenggut kewarasannya. Setiap malam wanita itu muncul secantik seorang dewi di bawah cahaya matahari dalam mimpinya. Di tengah-tengah taman bunga. Dalam perahu kecil di mana hanya ada mereka berdua, di tengah laut yang berkilauan seolah permata. Atau di bawah langit dengan ribuan bintang seperti sekarang.

Ini adalah mimpi berani dan sangat jauh tentang Adele Valensia. Persis di tempat wanita itu menangkap basah dirinya dan Agnes. Dia dan Adele menjadi sepasang kekasih yang mabuk cinta. Melebihi apa yang selama ini membuatnya mabuk.

Begitu terbangun dia justru tengah di kamar tidurnya, di samping kekasih kencan bebasnya, Agnes Deborah yang tertidur lelap. Begitu nyenyak karena telah menerima begitu banyak uang yang membuat hidupnya nyaman.

"Hmm."

Mendengar suara gumaman Agnes dalam tidur Damian menoleh. Melihat wajah tertidur Agnes yang sangat cantik entah mengapa dia tidak lagi begitu bersemangat di samping wanita itu. Bahkan rasanya salah. Damian mengusap wajah tertidur Agnes yang tersenyum namun perasaannya tampak begitu dangkal.

"Aku harus mengunjungi kediaman Valensia. Siapkan kereta!" perintah Damian pada kepala pelayan di kediaman pribadinya sementara dia sarapan sendirian.

"Baik, segera saya siapkan." Kepala pelayan pergi setelah membungkuk.

Damian mengiris steak lalu menusuknya dengan garpu. Wajahnya yang tampan tidak tampak terlalu baik. Tetapi dia masih sangat memesona bagi para pelayan wanita di mansion ini. Dia ingin memasukkan daging ke mulutnya kemudian tidak jadi.

"Jika Agnes bertanya ke mana aku pergi katakan padanya kalau aku ada pertemuan penting. Peringatkan juga pada para pelayan lain."

Pelayan yang berada di ruangan itu segera menurut dengan patuh. Damian berjalan dengan santai ke depan mansion dan kereta kuda telah disiapkan untuknya. Dia pergi dengan cepat. Ngomong-ngomong dia belum pernah sekalipun mengunjungi kediaman Valensia, jadi dia agak penasaran bagaimana lingkungan tempat Adele hidup.

Pada dasarnya tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh sehingga tidak butuh waktu terlalu lama untuk tiba di kediaman Valensia.

"Lady muda sedang sibuk sekarang. Saya rasa Anda tidak bisa menemuinya dengan cepat."

"Apa kau sudah katakan kalau aku berkunjung."

"Saya sudah mengatakan Tuan Marquis Ribelon ingin menemui Lady di ruang tamu, tapi Lady bilang beliau masih sangat sibuk jadi sampaikan saja tujuan Anda dan Lady akan mendengarnya nanti."

Damian terdiam sesaat. Kemudian sebuah pemikiran terbersit di kepalanya. "Kalau begitu, bisakah aku menemui Count?"

"Saya akan bertanya pada Tuan terlebih dahulu," ujar pelayan kemudian pergi. Tidak lama kemudian Count Valensia tiba di ruang tamu dan menyapa Damian.

"Sungguh tidak terduga Anda mengunjungi kediaman kami?"

Damian duduk sopan dan anggun. Posisinya sebagai Marquis membuatnya tidak perlu terlalu formal bahkan kepada yang lebih tua dan memiliki gelar lebih rendah darinya.


"Saya datang untuk membicarakan sesuatu yang penting. Saya ingin mempertanggung-jawabkan sesuatu pada Adele."

Cara Count melihatnya seperti tidak bisa mempercayainya. Kemudian Count menggeleng. "Tidak perlu dibesar-besarkan lagi, kami telah menerima kompensasi."

Memang. Tanah Grigeland lebih dari cukup untuk kehidupan mewah tujuh turunan. Batin Damian tidak terlalu kesal lagi. Karena pria di depannya adalah calon ayah mertuanya.

"Saya telah menyesal, Ayah. Saya terlambat menyadari perasaan saya dan sekarang saya tidak bisa hidup tanpa putri Anda."

Mata Count melototinya sesaat seolah berkata, "siapa yang kau panggil Ayah?"

"Begitukah?" tanya Count sangsi.

"Benar, Ayah. Tolong maafkan kekasaran saya. Dan semua orang tahu bahwa saya dan Adele tengah menjalin hubungan kembali. Saya ingin melamar Adele secara resmi."

Damian bersungguh-sungguh. Sementara bagi Count yang telah mendengar langsung betapa kasarnya sikap Damian terhadap istri serta putri kesayangannya tidak dapat mempercayai satu pun perkataannya.

"Aku senang hubunganmu dan putriku telah membaik. Namun sekarang aku tidak akan menyetujui apapun selama putriku belum mengatakan apa-apa."

Damian tersenyum cerah. "Apakah artinya Anda setuju melanjutkan perjodohan kami?"

"Tidak. Dapatkanlah persetujuan putriku terlebih dulu."

Damian mengangguk. "Baik Ayah. Saya akan berusaha dengan baik." Ekspresi cerah Damian tidak berubah. Diam-diam Count mencibir dalam hati. Hanya karena tambang, anak muda ini ingin memenjarakan putrinya dalam belenggu pernikahan.

"Bahkan jika putriku dicintai, aku tidak bisa menerima masa lalu pria yang telah menyakiti darah dagingku," batin Count. Kejadian seminggu lalu juga terdengar di telinganya sehingga sejujurnya dia sangat ingin menghajar anak muda brengsek ini.

***

"Saya tidak menyangka Marquis baru datang seminggu kemudian. Saya takkan lagi mengagumi Marquis sebagai pria bangsawan sejati," gumam pelayan pribadi Adele ketika melihat kereta Damian telah meninggalkan kediaman Valensia dari jendela kamar Adele di lantai dua.

Adele yang sedang menikmati waktu senggang sambil menikmati camilan tampak santai. Berusaha menenangkan Jessie.

"Beberapa bangsawan memang suka seenaknya Jessie. Jika kau memiliki banyak harta dan kedudukan yang tinggi, kau akan mudah menyepelekan beberapa hal. Termasuk menyepelekan perasaan manusia."

Kemudian Jessie menatap Adele dengan haru. Merasa beruntung karena dia bekerja dengan orang seperti Adele. "Tapi baik Tuan, Nyonya ataupun Lady tidak seperti itu."

Adele tersenyum mendengarnya. Dia ingin menghindari pujian, tetapi tidak bisa menolak jika yang dipuji adalah orang tuanya. Telinganya memerah karena malu dan rasa bangga. "Ayah ibuku orang yang baik. Aku adalah putri mereka"

Jessie lega melihat Lady tidak lagi terlalu sedih. Pria yang baru saja pergi itu bahkan tidak membawa buket bunga permintaan maaf. Minggu lalu Jessie melihat sendiri bagaimana gaun yang dipakai majikannya rusak dan menyisakan korset. Ladynya kembali dengan mata bengkak dan ekspresi murung. Seisi rumah menghawatirkannya. Kemudian mereka tahu betapa tuannya telah dipermalukan. Gosip betapa vulgar dan tidak tahu malunya Lady Adele Valensia telah menyebar, tetapi Marquis baru menampakkan hidungnya kemari hari ini?

Harusnya Marquis mengirim lamaran kepada Lady seminggu lalu juga. Jika memang dia seorang pria. Tapi mungkin Marquis masih setengah pria.

Berbeda dengan wajah mengeras Jessie, Adele menyesap teh dengan elegan dan santai. Awalnya dia memang sedih dan malu, tetapi semua telah berlalu.

Dia memiliki cara agar bisa lepas dari kesedihan dan nama yang rusak. Adele menyeringai kemenangan. Hatinya sangat riang karena dia memiliki cek senilai 10 miliar koin emas sekarang. Dia telah menjual tambang Grigeland kepada musuh Damian. Dan lebih dari itu dia dijanjikan penghasilan 30 persen atas jasanya menjual tambang tersebut.

Oleh alasan tersebut Adele selalu tersenyum dengan cantik sepanjang waktu. Ayahnya juga. Ibunya bahkan tengah berbelanja di pusat perbelanjaan ibukota. Adele tidak peduli jika 10 miliar koin emas habis dalam satu hari juga.

"Andai si brengsek itu tahu bahwa tambangnya sudah kujual, mungkinkah dia akan kemari?" Adele ingin menyeringai dengan kebencian dalam hati. Oh tentu saja Count maupun Countess tidak mengajarkan hal semacam ini. Sakit hatinya karena perangkap itu sulit dilupakan. Dia tidak ingin menjadi wanita yang begitu menyedihkan. Setidaknya dia ingin membalas melukai pria itu.

Komentar