Damian's Wife Bab 6

Damian's Wife bab 4


4. Permainan dan Perlawanan

Kediaman Valensia adalah sebuah mansion yang tidak terlalu besar namun cantik. Rumah tangga Valensia dipimpin oleh Ruth Valensia, seorang count didampingi oleh Lariet sebagai istrinya. Mereka punya putri yang dibesarkan tanpa kekurangan cinta. Satu-satunya. Meski mereka bukan orang-orang besar tapi mereka menjunjung nilai kekeluargaan serta loyalitas.

Dalam prinsip Valensia, keluarga adalah nomor satu. Dan kenyamanan setiap anggota keluarga di dalamnya akan selalu diutamakan. Hal tersebut menurun dalam darah Adele hingga ke sumsum tulang. Patah hatinya tak seberapa, tapi kebencian karena nama Valensia dirusak tidak tertahankan.

Berkat itu dia harus menerima setumpuk undangan pesta teh untuk diejek dan bertempur melawan segerombol orang yang tak sabar ingin merendahkan orang lain. Di mejanya dia memilih beberapa yang perlu dia hadiri. Undangan mana kira-kira yang paling waras.

Adele tersenyum masam. Tertawa jengah dan kemudian mengejek isi undangan yang penuh sopan santun tapi menyimpan duri.

"Sepertinya salah satu dari pengirim semua undangan ini ada yang berteman dengan Deborah," gumamnya acuh tak acuh. Tetapi kemudian dia menghela napas. "Mereka semua ingin menyerangku bukan!"

Naluri bertahan hidup dalam diri Adele cukup peka. Pertama dia harus punya teman, tapi yang utama, dia harus punya uang. Segalanya tidak masalah ketika pihak yang menyerangnyalah yang lebih sengsara.

Terlalu serius berpikir, dia tak menyadari ada ketukan pintu kamarnya. Count Ruth masuk ke dalam kamar putrinya yang melamun. Tampak lelah dan lesu karena kurang tidur. Orang patah hati biasanya seperti ini. Kasihan sekali putrinya.

"Adele putriku!"

Adele terkesiap. Jantungnya berdegup karena terkejut.

"Apa Ayah mengejutkanmu?"

Adele menggeleng. Menarik napas dengan mulut terbuka. Tapi dia masih sopan pada ayahnya. Dia duduk dengan benar serta mempersilakan ayahnya duduk.

"Mengapa Ayah tidak memanggilku ke ruangan Ayah saja? Aku kan bisa mendatangi Ayah lebih dulu."

Count tersenyum. "Ayah bosan. Sudah lama tidak melihat kamar ini. Seperti biasa, kamar putriku sangaat ceria."

Adele tanpa sadar ikut tersenyum. Kamarnya seperti ruang perayaan ulang tahun. Ada balon-balon. Lampu-lampu kecil dan tempelan kertas-kertas penyemangat berwarna merah muda di dindingnya. Dekorasi kamar Adele mungkin akan disukai anak-anak gadis yang berusia di bawah Adele, dan mungkin bisa dijadikan bisnis, tetapi Count tidak ingin desain kamar anaknya sama dengan anak orang lain, setidaknya untuk saat ini.

"Aku baru saja membuat teh. Tapi ... apa ayah mau kopi?"

Count Valensia terkekeh. Putrinya adalah gadis yang manis. Beruntung sekali dia. Count menggeleng, melambaikan tangan satu kali. "Ayah sudah minum teh dengan ibumu."

Putrinya juga pendengar yang baik. Mirip istrinya, Lariet. Dia pura-pura batuk demi menangkal ketegangan.

"Putriku, Ayah menyesal sudah menjodohkanmu dengan bocah Ribelon kurang ajar itu. Ayah ingin minta maaf. Jika kau ingin bocah itu diberi pelajaran katakan saja pada, biar Ayah yang tangani, dengan rapi."

Pandangan Adele jatuh ke meja. Senyum di wajah Adele sedikit menunjukkan kemurungan yang tidak bisa ditutupi. Ayahnya jarang mencari masalah pada orang lain. Dan mereka adalah keluarga yang selalu tenang.

"Ayah ... balas dendam hanya akan membawa masalah baru. Mari kita lupakan saja. Aku ingin keluarga kita hidup dengan tenang."

Ayahnya, Count Valensia mengamati putrinya dengan hati-hati. Tampak ingin meyakinkan apakah putrinya bersungguh-sungguh. Dia tersentuh atas kemurahan hati putrinya, tetapi di sisi lain dia merasa sesak. Bocah bernama Damian itu memang kurang ajar. Penyesalannya bertambah besar sekarang dan atmosfir di sekitar sang count menjadi berat.

"Pria itu tidak sebaik ayah, bahkan tidak seperlima bagian memiliki keunggulan ayah. Jadi aku tidak rugi sama sekali. Aku benar kan?" tambah Adele membujuk. Senjatanya adalah bertingkah seperti anak kucing manis yang polos mengerjapkan mata.

Count tersenyum, luluh dan senang. Perasaan tidak baik segera berubah.

"Kau benar. Kita lupakan saja bocah payah itu. Kau tidak butuh suami. Kau bisa hidup dengan nyaman hanya bersama Ayah dan Ibumu." Count kemudian mencibir sambil menerawang ke tempat yang jauh. "Tapi jika kau mau, ayah bisa mencarikan pria yang benar-benar hebat."

"Tidak perlu, Ayah." Tolak Adele segera. "Kupikir kita harus memutuskan sesuatu. Bukankah kita harus menerima kompensasi atas kerugian yang Marquis sebabkan? Aku ingin kita segera menyelesaikan urusan itu."

Itu yang Adele rencanakan dengan tenang dalam pikirannya. Dia akan membuat Marquis Damian merasakan kerugian secara materi dan sedikit sakit di kepala.

"Aku ingin menerima kompensasi sebanyak yang bisa kita terima, Ayah. Bisakah Ayah membuat surat permintaan kompensasi resmi ke kediaman Ribelon?"

Count Valensia menyeringai. "Tentu saja Ayah bisa. Jangan khawatir. Ayah pastikan kau menerima kompensasi yang mahal."

***

Kekaisaran Dimitrian tak pernah sepi dari gosip. Berita terpopuler saat ini adalah pertunangan antara putra mahkota dengan putri dari Duke Lucarion. Ada yang mengatakan bahwa Lady Lucarion sakit parah. Ada juga yang mengatakan bahwa lady itu diabaikan oleh keluarganya sendiri. Lady itu buruk rupa dan lebih banyak lagi. Tidak satu pun berita yang bisa dikonfirmasi.

Jika pertunangan putra mahkota sudah dekat, maka pastilah hal tersebut terjadi di pesta kedewasaan putra mahkota. Adele menunggu peristiwa besar. Bukankah Damian akan memperkenalkan Agnes sebagai kekasih pada hari itu?

Dia memperkirakan langkahnya. Dia tidak berniat menghadiri acara yang sama dengan Damian untuk saat ini. Karena pada hari itu citra tentangnya yang tidak kompeten sebagai seorang lady, atau lady menyedihkan yang dibuang marquis akan terdengar langsung oleh telinganya bukan lagi sebagai kabar hembusan angin.

Akan baik baginya jika seseorang berjabat tangan dengannya untuk melakukan pertunangan. Namun dia tidak ingin bertunangan dengan orang baru, bagaimana kalau ternyata orang itu seperti Damian?

Adele duduk dengan tenang dalam restoran sambil menatap salah satu halaman sebuah buku tebal selama bermenit-menit.

Tuk! Seorang pelayan tiba sambil meletakkan piring dengan kue di hadapannya.

"Lady, kue tar Anda telah tiba."

"Aku tidak memesan kue tar!" tolak Adele pada makanan yang tidak dia pesan.

"Seseorang di sana telah memesankan untuk Anda," ujar pelayan tersebut.

Seseorang? Siapa? Adele menoleh dan menemukan Damian berjalan ke arahnya. Seketika emosi Adele naik, tetapi dia tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya.

"Selamat pagi, My Lady. Ini pertemuan kedua kita dalam seminggu."

Adele memalingkan wajah ke arah lain. Mengabaikan sapaan Damian. Tetapi pria itu justru duduk di kursi tepat di sebelah kiri meja Adele. Sehingga memberi kesan seolah-olah mereka dekat.

"Apa mungkin keberadaanku mengganggumu?" tanya Damian memeriksa. Setiap gerakan pria itu percaya diri. Sejak awal Adele tahu karakter mantan calon suaminya itu.

Adele tersenyum enggan serta memberikan keramahan yang enggan pula. "Bagaimana kabar Anda, Tuan Marquis?"


Baca selanjutnya Bab 5

Baca sebelumnya Bab 3

***

Note:
Alexia Lucarion adalah protagonis "Penjahat Tidak Butuh Cinta" dari novel author yang ada di dreame. Demikian juga dengan putra mahkota yang bukan male lead.

Damian sendiri adalah sub male lead dalam novel itu, sekarang novel Damian's Wife merupakan sequel dari novel tersebut.

Komentar